JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan uji klinis tahap tiga vaksin tuberkulosis (TBC) M72 di Indonesia.
Persetujuan ini bertujuan untuk menguji efektivitas vaksin dalam memberikan perlindungan terhadap penyakit TBC, yang masih menjadi beban kesehatan besar di Indonesia.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan keterlibatan Indonesia dalam uji klinis ini merupakan langkah penting dalam memperbarui pendekatan terhadap penanganan TBC.
Saat ini, Indonesia menempati posisi kedua di dunia dalam jumlah kasus TBC setelah India. Pengobatan TBC konvensional menggunakan kombinasi obat seperti isoniazid, rifampicin, dan etambutol, yang telah digunakan selama bertahun-tahun.
“Kombinasi pengobatan ini memang sudah lama digunakan, namun dalam praktiknya sering kali proses penyembuhan memerlukan waktu panjang dan hasilnya tidak optimal. Meskipun belum bisa disebut resistensi, kondisi ini menyulitkan pemulihan pasien,” kata Taruna seperti dikutip ANTARA.
Vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) yang selama ini digunakan juga dinilai kurang efektif, terutama pada orang dewasa. Oleh karena itu, menurut Taruna, pengembangan vaksin M72 membawa harapan baru bagi upaya pengendalian TBC di Indonesia.
Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa keterlibatan Indonesia dalam uji klinis ini juga berpotensi membuka jalan bagi produksi vaksin di dalam negeri, mengingat kemungkinan mendapatkan hak atas kekayaan intelektual dari hasil kerja sama. Ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku obat, yang saat ini masih mencapai sekitar 94 persen.
“Partisipasi Indonesia memberikan peluang besar. Jika vaksin ini terbukti efektif, maka kita bisa memproduksinya di dalam negeri dan memperluas akses masyarakat terhadap vaksin,” ujar Taruna. Ia juga menyebut kasus TBC di Indonesia telah mencapai hampir dua juta, menjadikan vaksin ini sangat dibutuhkan.
BACA JUGA:
Dalam uji klinis tahap tiga ini, sekitar 2.000 relawan dari Indonesia akan terlibat, sementara secara global total partisipan mencapai 20.000 orang.
Taruna menegaskan seluruh peserta bersifat sukarela dan tidak dipungut biaya. Penelitian dilakukan dengan metode double-blind, yaitu peneliti maupun peserta tidak mengetahui apakah mereka menerima vaksin atau plasebo, untuk menjamin hasil yang objektif dan ilmiah.
Setelah uji klinis selesai, Biofarma direncanakan akan memproduksi vaksin ini di dalam negeri dengan pengawasan ketat dari BPOM untuk memastikan standar produksi yang sesuai dengan praktik manufaktur yang baik (GMP).
Direktur Utama Biofarma, Shadiq Akasya, mengatakan bahwa upaya ini merupakan pencapaian besar karena belum ada vaksin TBC yang sukses dikembangkan hingga fase tiga dalam 30 tahun terakhir. Vaksin BCG yang selama ini digunakan terbukti kurang ampuh melindungi orang dewasa dari TBC aktif.
“Fase tiga ini adalah langkah besar dan patut diapresiasi. Kami harap uji klinis berjalan lancar dan mendapat dukungan dari BPOM serta Gates Foundation agar produksi lokal bisa terwujud,” ungkap Shadiq.
Sementara itu, Senior CMC Advisor untuk Pengembangan Vaksin dari Gates Foundation, Rasayam Prasad, menyampaikan bahwa pengembangan vaksin harus dibarengi dengan upaya memperluas akses. Ia juga berharap Indonesia bisa menjadi pusat produksi vaksin global untuk penyakit lain seperti campak, rubella, pneumonia, rotavirus, dan polio.
“Kami berharap ke depan Indonesia bukan hanya mengembangkan vaksin, tetapi juga menjadi pusat distribusi untuk dunia,” tambah Rasayam.